Tuesday, February 12, 2013

Biografi Pribadi



TUGAS BAHASA INDONESIA
ARTIKEL
TENTANG BIOGRAFI PRIBADI
Oleh:
Emi Fatmawati
10620047
 





































EKONOMI- MANAJEMEN


UNIVERSITAS BOROBUDUR
Jl. Raya Kalimalang No. 1
Jakarta Timur
2011


HIDUP ADALAH KONSEKUENSI 




Oleh: Emi Fatmawati

“Karena masih ada kata bangun setelah jatuh”



Kenapa syair lagu dangdut itu berbunyi, “jatuh bangun aku mengejarmu” bukan “bangun jatuh aku mengejarmu”? Karena lagu ini ingin memberikan gambaran kepada kita bahwa sebenarnya masih ada kata ‘bangun’ setelah ‘jatuh’. Seperti halnya D’Masiv yang memilih judul ‘Jangan Menyerah’ dan bukan ‘Mari Menyerah’. Mereka ingin mengajarkan kepada kita bahwa hidup adalah perjuangan, dimana sebuah perjuangan seperti roda yang selalu berputar. Siapa yang memutarnya? Kita. Kita adalah penentu masa depan diri sendiri. Kita pula yang menentukan di mana posisi kita berhenti dalam tahta perputaran roda kehidupan ini. Mau di atas atau di bawah? Itu pilihan.

Hidup Adalah Keputusan
Apakah kita sadar bahwa sebenarnya dengan memilih untuk tetap hidup, tanpa sadar kita sudah mengambil keputusan yang hebat? Persoalannya, langkah-langkah apa saja yang kita ambil setelah mengambil keputusan itu.
            Bagian terpenting dari sebuah keputusan adalah cepat dan tepat. Saat kita menginginkan waktu yang lebih banyak lagi untuk mengambil keputusan yang tepat, ada satu hal yang harus kita ingat bahwa bahkan keputusan yang tepat akan tidak berguna jika kita terlambat memutuskannya. Keputusan yang cepat-cepat diambil dengan langkah yang tidak tepat akan memberikan hasil yang tidak akurat. Demikian pula dengan keputusan tepat yang tidak diambil secara cepat. Jadi, pertimbangkan matang-matang dalam mengambil keputusan, karena pilihanmu adalah tanggung jawabmu, dan cepatlah dalam mengambil keputusan itu, karena waktu tidak akan menunggumu.

Hidup Adalah Perjalanan
Sejauh ribuan kilometer perjalanan yang aku tempuh saat baru pertama kali menuju kota hujan, tempat dimana aku menghabiskan 4 tahun waktu hidupku untuk belajar hidup mandiri, kupikir itulah yang namanya perjalanan kehidupan. Tapi ternyata perjalanan hidup jauh lebih panjang dari rel kereta matarmaja yang mengantarku dari statiun Blitar ke statiun Jatinegara.
Sepanjang perjalanan, aku yang saat itu ditemani oleh ibu dan seorang adik kecilku, merenung tentang apa saja yang akan aku lakukan saat jauh dari orang tuaku nanti, sedangkan aku sendiri tidak pernah mempunyai pengalaman hidup terpisah dari orang tuaku sebelumnya. Blank, mungkin itu adalah istilah yang tepat untuk apa yang seharusnya aku rencanakan.
Keputusanku berangkat ke Bogor bukan tanpa alasan. Kegagalan masuk sebuah SMA ternama di bilangan Kota Tulung Agung membuatku marah pada diriku sendiri dan mengambil langkah yang menurut teman-temanku salah ini. Tapi aku tidak menyerah, meskipun aku masih tetap pasrah pada perjalanan hidup yang akan digariskan Tuhan terhadapku.

Hidup Adalah Ujian
            Apa yang ada dipikiran kita saat berhadapan dengan kata ‘ujian’? Kalo aku, yang ada dalam pikiranku adalah cepat selesai dan liburan.
            Tapi apakah ujian hidup juga seperti itu? Ternyata tidak, kawan. Karena ujian dalam hidup menuntut kita untuk melakukan yang terbaik dan mendapatkan nilai tertinggi untuk lulus. Hanya manusia yang mampu bertahan dengan langkah bijaknyalah yang bisa mendapatkan nilai A dalam ujian hidupnya.
            Tapi ujian hidup ini bukanlah beban, karena ujian ini yang justru mengajarkan kepada kita tentang berusaha dan berdoa. Tidak melupakan kodrat kita sebagai individu sosial maupun makhluk ciptaan Yang Maha Kuasa.
            Aku mendapatkan banyak persoalan saat tinggal di Bogor. Hidup di tengah-tengah keluarga asing yang belum aku kenal dekat dan berbaur dengan teman serta lingkungan yang berbeda adat hamper membuatku sekarat. Tapi aku punya ibu dan ayah yang menyayangiku. Meskipun jauh mereka tetap mensupport aku. Lambat laun aku yakin, ini hanyalah babak kecil dari ujian kehidupan, dan aku harus lulus dengan hasil yang memuaskan, itu janjiku.

Hidup Adalah Balas Dendam
Aku sangat mendendam.
            Ya, dendam kepada keputusan nekadku sekaligus mencintainya melebihi rasa syukurku pada jalan takdir yang pernah digariskan Tuhan terhadapku.
            Lulus SMA, aku memutuskan untuk mengikuti seleksi masuk sebuah PTN didaerah Jakarta. Sayangnya, kegagalan seperti sangat mencintaiku dan tidak membiarkanku lepas darinya. Aku tidak lolos seleksi dan patah hati ini tak terelakkan lagi. Perhatian keluarga kedua dan teman-teman seperjuanganku membuatku semakin down dan hamper tidak bisa mengendalikan emosi.
            Aku sempat berpikir, ‘seandainya dulu aku mengambil langkah A pasti sekarang aku di B’, tapi ternyata berandai-andai hanyalah kegiatan yang percuma. Masalah bisa membentuk kita atau menghancurkan kita. Seperti palu yang dengan mudah menghancurkan kaca, tapi palu juga bisa untuk menempa besi menjadi pedang yang tajam. Tergantung kita, mau jadi kaca yang mudah remuk atau besi.
            Tak lama, aku memutuskan untuk mengambil D1 sambil menunggu seleksi mahasiswa tahun berikutnya. Aku jalani kegiatan kuliah seperti mahasiswa pada umumnya sambil tetap belajar untuk menghadapi tes tahun berikutnya. Tapi ternyata, keberuntungan masih belum berpihak kepadaku. Tes tahun selanjutnya, aku masih gagal. Ironis.
            Aku patah hati lagi untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini aku tidak akan bersedih lagi, itu janjiku saat itu.
            Akhirnya, aku memutuskan untuk bekerja terlebihi dahulu, untuk memberikan jeda istirahat pada otak sekaligus hatiku. Mungkin mereka butuh waktu untuk menenangkan diri sampai datang keputusanku untuk melanjutkan study ke Universitas Borobudur ini.

Hidup Adalah Tawa
Aku lelah. Bahkan cukup lelah untuk harus berkata lelah. Tapi Tuhan Maha Segalanya. Dia memberikan semua yang aku butuhkan tanpa aku minta. Dan aku sudah bertekad akan membuat si lelah lelah mengejarku.
Begitu banyak coretan dalam lembar putih kertas kehidupan membuatku lebih memahami tentang nilai seni hidup ini. Aku mulai mengerti kenapa aku harus melewati begitu banyak ujian dalam perjalanan panjang kehidupan yang sempat membuatku mendendam dan harus berani mengambil keputusan yang akhirnya membuatku mengerti tentang satu hal, bahwa hidup dan kehidupan adalah satu jiwa yang tidak terpisahkan. Hidup mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Dan kehidupan memberikan banyak warna dalam hidup. Seperti halnya jutaan warna yang tertoreh dalam lembaran kisah hidupku.
Hari demi hari yang berlalu kulalui sebagaimana orang lain melewatinya. Dan sampai pada detik ini aku mulai belajar untuk mensyukuri segala sesuatu yang telah Allah berikan padaku.
Aku punya pekerjaan, punya banyak teman, punya empat orang tua, punya saudara, banyak sahabat dan aku tahu mereka semua sangat menyayangiku. Jadi, apa yang harus aku sesali dari keputusan salahku di masa lalu? Tak ada yang salah dalam hidup, karena aku tahu Tuhan sudah mengaturnya sedemikian rupa.
Untuk apa kita menangis jika kita masih punya alasan untuk tertawa? Untuk apa bersedih jika kita masih punya alasan untuk bergembira? Untuk apa kita merenung sendirian jika kita masih punya banyak alasan untuk tertawa bersamaan? Saat kamu sudah tidak punya lagi alasan untuk tersenyum, maka ingatlah betapa banyak orang yang ingin tersenyum bersamamu. Cerialah! Dan perhatikan perubahan besar seperti apa yang akan mengelilingimu.

***









 






















*** Special thanks for all my family, my friends, and all people I ever met. You all are my soul.

No comments:

Post a Comment