HIDUP ADALAH KONSEKUENSI
Oleh: Emi Fatmawati
“Karena masih ada kata bangun setelah jatuh”
Kenapa syair
lagu dangdut itu berbunyi, “jatuh bangun
aku mengejarmu” bukan “bangun jatuh
aku mengejarmu”? Karena lagu ini ingin memberikan gambaran kepada kita
bahwa sebenarnya masih ada kata ‘bangun’ setelah ‘jatuh’. Seperti halnya
D’Masiv yang memilih judul ‘Jangan Menyerah’
dan bukan ‘Mari Menyerah’. Mereka
ingin mengajarkan kepada kita bahwa hidup adalah perjuangan, dimana sebuah
perjuangan seperti roda yang selalu berputar. Siapa yang memutarnya? Kita. Kita
adalah penentu masa depan diri sendiri. Kita pula yang menentukan di mana
posisi kita berhenti dalam tahta perputaran roda kehidupan ini. Mau di atas
atau di bawah? Itu pilihan.
Hidup Adalah Keputusan
Apakah kita sadar bahwa sebenarnya dengan memilih untuk tetap hidup,
tanpa sadar kita sudah mengambil keputusan yang hebat? Persoalannya, langkah-langkah
apa saja yang kita ambil setelah mengambil keputusan itu.
Bagian terpenting dari sebuah keputusan
adalah cepat dan tepat. Saat kita menginginkan waktu yang lebih banyak lagi
untuk mengambil keputusan yang tepat, ada satu hal yang harus kita ingat bahwa
bahkan keputusan yang tepat akan tidak berguna jika kita terlambat
memutuskannya. Keputusan yang cepat-cepat diambil dengan langkah yang tidak
tepat akan memberikan hasil yang tidak akurat. Demikian pula dengan keputusan
tepat yang tidak diambil secara cepat. Jadi, pertimbangkan matang-matang dalam
mengambil keputusan, karena pilihanmu adalah tanggung jawabmu, dan cepatlah
dalam mengambil keputusan itu, karena waktu tidak akan menunggumu.
Hidup Adalah Perjalanan
Sejauh ribuan kilometer perjalanan yang aku tempuh saat baru pertama
kali menuju kota
hujan, tempat dimana aku menghabiskan 4 tahun waktu hidupku untuk belajar
hidup mandiri, kupikir itulah yang namanya perjalanan kehidupan. Tapi ternyata
perjalanan hidup jauh lebih panjang dari rel kereta matarmaja yang mengantarku dari statiun Blitar ke statiun
Jatinegara.
Sepanjang perjalanan, aku yang saat itu ditemani oleh ibu dan
seorang adik kecilku, merenung tentang apa saja yang akan aku lakukan saat jauh
dari orang tuaku nanti, sedangkan aku sendiri tidak pernah mempunyai pengalaman
hidup terpisah dari orang tuaku sebelumnya. Blank,
mungkin itu adalah istilah yang tepat untuk apa yang seharusnya aku rencanakan.
Keputusanku berangkat ke Bogor
bukan tanpa alasan. Kegagalan masuk sebuah SMA ternama di bilangan Kota Tulung
Agung membuatku marah pada diriku sendiri dan mengambil langkah yang menurut
teman-temanku salah ini. Tapi aku tidak menyerah, meskipun aku masih tetap
pasrah pada perjalanan hidup yang akan digariskan Tuhan terhadapku.
Hidup Adalah Ujian
Apa yang ada dipikiran kita saat
berhadapan dengan kata ‘ujian’? Kalo aku, yang ada dalam pikiranku adalah cepat
selesai dan liburan.
Tapi apakah ujian hidup juga seperti
itu? Ternyata tidak, kawan. Karena ujian dalam hidup menuntut kita untuk
melakukan yang terbaik dan mendapatkan nilai tertinggi untuk lulus. Hanya
manusia yang mampu bertahan dengan langkah bijaknyalah yang bisa mendapatkan
nilai A dalam ujian hidupnya.
Tapi ujian hidup ini bukanlah beban,
karena ujian ini yang justru mengajarkan kepada kita tentang berusaha dan
berdoa. Tidak melupakan kodrat kita sebagai individu sosial maupun makhluk
ciptaan Yang Maha Kuasa.
Aku mendapatkan banyak persoalan
saat tinggal di Bogor .
Hidup di tengah-tengah keluarga asing yang belum aku kenal dekat dan berbaur
dengan teman serta lingkungan yang berbeda adat hamper membuatku sekarat. Tapi
aku punya ibu dan ayah yang menyayangiku. Meskipun jauh mereka tetap mensupport aku. Lambat laun aku yakin,
ini hanyalah babak kecil dari ujian kehidupan, dan aku harus lulus dengan hasil
yang memuaskan, itu janjiku.
Hidup Adalah Balas Dendam
Aku sangat
mendendam.
Ya, dendam kepada keputusan nekadku
sekaligus mencintainya melebihi rasa syukurku pada jalan takdir yang pernah
digariskan Tuhan terhadapku.
Lulus SMA, aku memutuskan untuk
mengikuti seleksi masuk sebuah PTN didaerah Jakarta . Sayangnya, kegagalan seperti sangat
mencintaiku dan tidak membiarkanku lepas darinya. Aku tidak lolos seleksi dan patah hati ini tak terelakkan lagi. Perhatian
keluarga kedua dan teman-teman seperjuanganku membuatku semakin down dan hamper tidak bisa mengendalikan
emosi.
Aku sempat berpikir, ‘seandainya dulu aku mengambil langkah A
pasti sekarang aku di B’, tapi ternyata berandai-andai hanyalah kegiatan
yang percuma. Masalah bisa membentuk kita atau menghancurkan kita. Seperti palu
yang dengan mudah menghancurkan kaca, tapi palu juga bisa untuk menempa besi
menjadi pedang yang tajam. Tergantung kita, mau jadi kaca yang mudah remuk atau
besi.
Tak lama, aku memutuskan untuk
mengambil D1 sambil menunggu seleksi mahasiswa tahun berikutnya. Aku jalani
kegiatan kuliah seperti mahasiswa pada umumnya sambil tetap belajar untuk
menghadapi tes tahun berikutnya. Tapi ternyata, keberuntungan masih belum
berpihak kepadaku. Tes tahun selanjutnya, aku masih gagal. Ironis.
Aku patah hati lagi untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini aku tidak
akan bersedih lagi, itu janjiku saat itu.
Akhirnya, aku memutuskan untuk
bekerja terlebihi dahulu, untuk memberikan jeda istirahat pada otak sekaligus
hatiku. Mungkin mereka butuh waktu untuk menenangkan diri sampai datang
keputusanku untuk melanjutkan study
ke Universitas Borobudur ini.
Hidup Adalah Tawa
Aku lelah. Bahkan cukup lelah untuk harus berkata lelah. Tapi Tuhan
Maha Segalanya. Dia memberikan semua yang aku butuhkan tanpa aku minta. Dan aku
sudah bertekad akan membuat si lelah
lelah mengejarku.
Begitu banyak coretan dalam lembar putih kertas kehidupan membuatku
lebih memahami tentang nilai seni hidup ini. Aku mulai mengerti kenapa aku
harus melewati begitu banyak ujian dalam perjalanan panjang kehidupan yang
sempat membuatku mendendam dan harus berani mengambil keputusan yang akhirnya
membuatku mengerti tentang satu hal, bahwa hidup dan kehidupan adalah satu jiwa
yang tidak terpisahkan. Hidup mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Dan
kehidupan memberikan banyak warna dalam hidup. Seperti halnya jutaan warna yang
tertoreh dalam lembaran kisah hidupku.
Hari demi hari yang berlalu kulalui sebagaimana orang lain
melewatinya. Dan sampai pada detik ini aku mulai belajar untuk mensyukuri
segala sesuatu yang telah Allah berikan padaku.
Aku punya pekerjaan, punya banyak teman, punya empat orang tua,
punya saudara, banyak sahabat dan aku tahu mereka semua sangat menyayangiku.
Jadi, apa yang harus aku sesali dari keputusan salahku di masa lalu? Tak ada
yang salah dalam hidup, karena aku tahu Tuhan sudah mengaturnya sedemikian
rupa.
Untuk apa kita menangis jika kita masih punya alasan untuk tertawa?
Untuk apa bersedih jika kita masih punya alasan untuk bergembira? Untuk apa
kita merenung sendirian jika kita masih punya banyak alasan untuk tertawa
bersamaan? Saat kamu sudah tidak punya lagi alasan untuk tersenyum, maka
ingatlah betapa banyak orang yang ingin tersenyum bersamamu. Cerialah! Dan
perhatikan perubahan besar seperti apa yang akan mengelilingimu.
***
*** Special thanks for all my family, my friends, and
all people I ever met. You all are my soul.
No comments:
Post a Comment