HAKIKAT DAN KEGUNAAN ILMU
MAKALAH FILSAFAT
ILMU
Emi Fatmawati (10620047)
Mega Maska. S (10620012)
Nugroho (10630076)
Siti Qodariyah (10620061)
Sofian (10620071)
UNIVERSITAS BOROBUDUR
Jl. Raya Kalimalang No. 1
2 0 1 0
HAKIKAT
DAN KEGUNAAN ILMU
A.
HAKIKAT
ILMU
Ilmu
(atau ilmu pengetahuan) adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya
Dewasa ini ilmu
bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan
penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala
Dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan
itu sendiri, atau
dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia
mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat manusia itu
sendiri atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang
membantu manusia mencapai tujuan hidupnya namun juga menciptakan hidup itu
sendiri. Menghadapi kenyataan ini ilmu pada hakikat nya mempelajari alam
sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya. untuk
apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan ? dimana batas kewenangan
penjelajahan keilmuan ? kearah mana perkembangan keilmuan harus diarahkan ?
pertanyaan semacam ini jelas tidak merupakan urgenci bagi ilmuan seperti
coperngicus, Galileo, ilmuan seangkatannya. Ontology diartikan sebagai
pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang di telaah dalam membuahkan
pengetahuan, aksiologi
di
artikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang di peroleh. Pertanyaan mengenai hakikat nilai dapat di jawab dengan tiga
macam cara orang dapat mengatakan bahwa:
1). Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif.
Di tinjau dari pandang ini nilai-nilai merupakan reaksi-reaksi yang di berikan
oleh manusia sebagai pelaku dan keberaan nya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka. Yang
demikian ini dapat dinamakan “ subjektifitas “. Atau dapat pula orang mengatakan,
2). Nilai-nilai
merupakan kenyataan-kenyataan di tinjau dari segi ontology, namun tidak
terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan
dapat di ketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan “Objektivisme
Logis“ dan akhirnya orang dapat mengatakan bahwa,
3). Nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Dan
demikian ini
disebut “Objektivisme Metafisik“
Selain
itu ada pula pembicaraan mengenai apakah hakikat pengalaman mengenai nilai?
Apakah pengalaman tersebut semata-mata merupakan respon perasaan terhadat
keadaan tertentu seperti yang dikatakan oleh sejumlah aktifis? Apakah
pengalaman tersebut merupakan hasil pengenalan nilai itu sendiri secara lansung
seperti yang di katakana oleh FILSUF BRITANIA, A.C EWING? Atau apakah pengalaman tadi merupakan pembuktian
bahwa objek yang di nilai merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan atau
akibat seperti yang dikatakan oleh john dewy? Sedangkan masalah lain yang dapat
timbul adalah bagaimana cara orang mengetahui nilai? Atau secara logika pertanyaan
ini menjadi bagaimana : bagaimanaka caranya membuat tanggapan-tanggapan
penilan? Sejumlah makna nilai secara singkat dapat dikatakan, perkataan ”nilai”
kiranya mempunyai macam makna seperti yang tampak dalam contoh-contoh berikut
ini;
1. mengandung nilai (artinya,berguna)
2. merupakan nilai (artinya,baik atau
benar atau indah)
3. mempunyai nilai (artinya,merupakan
objek keinginan,mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap
”menyetujui”, atau mempunyai sifat nilai tertentu)
4.
memberi
nilai (artinya menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal
yang menggambarkan nilai tertentu.
Dari
pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu
merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan
atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan
sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah
(observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain)
B. SYARAT-SYARAT ILMU
Suatu
pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan, sebagai berikut :
1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang
diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia
(Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus
(1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek
material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak
ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap
ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
Ilmu mensyaratkan adanya metode
tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini
dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43)
mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran
terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena
ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari
fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang
fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack
(1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip
logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle
(1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk
memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir
mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian
kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari prasangka, (c)
menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa, (e) menggunakan
ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang
pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12)
mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya
: (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b)
peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan
proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g)
triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti
dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) mengutama- kan perspektif
emic, (j) verifikasi, (k) sampling yang purposif, (l) menggunakan audit
trail, (m)partisipatipatif tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis sejak
awal penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
2. Pokok permasalahan(subject matter
atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan
yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam
Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa
ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah
masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan
berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang
sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena
masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu
yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan
perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada
gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)
C.
KARAKTERISTIK ILMU
Di
samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau
sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa
ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik
bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan,
dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat
senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki
sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994:44).
Sementara,
dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian
ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak
kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan
ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat.
Artinya, usaha untuk memperoleh dan
mengembangkan
ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki
keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang
memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat
memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal
Sementara
itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
(1) obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan
tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren;
pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable;
produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat
keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara
memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan
(validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki
generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6) akurat;
penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat
melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas
kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Hakikat ilmu itu disebut baik manakala
ia tenteram dalam kebajikan ilmu. Sedangkan hakikat ilmu itu
disebut buruk manakala, ia keluar dari ilmu itu. Ilmu itu bagi hati
ibarat dirham-dirham dan dinar-dinar di tangan. Bisa bermanfaat bagimu
bisa pula membahayakanmu.
Ilmu yang hakiki adalah ilmu yang
tidak dicampuri oleh kontradiksi dan bukti-bukti yang menafikan contoh dan
keraguan, sebagaimana Ilmu Rasul saw, Ilmu orang yang benar, serta
ilmu Wali. Siapa pun yang memasuki medan
tersebut ibaratnya seperti orang yang tenggelam dalam samudera, kemudian ia
ditelan oleh ombak, lalu kontradiksi manakah yang muncul (dalam situasi seperti
itu) yang bisa didapatkan, dicampurkan, didengar atau dilihat.
Sedangkan siapa yang tidak memasuki medan tersebut ia sangat
membutuhkan ayat “Tiada satu pun yang menyamai-Nya”.
D. KEGUNAAN ILMU
Sekurang-kurangnya
ada tiga manfaat kegunaan ilmu.
1. Ilmu sebagai alat Eksplansi
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa
ini, secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat ekspalanasi kenyataan
yang ada. Filsafat ilmu dapat dianggap sebagai suatu studi tentang masalah-masalah
eksplanasi15. Menurut T Jacob yang
dikutip Ahmad Tafsir, “sain merupakan suatu sistem eksplanasiyang paling dapat
diandalkan dibanding dengan sistem lain dalam memahami masa lampau, sekarang,
serta mengubah masa depan.
Sebagai contoh, ketika itu ada
sebuah sepeda motor tua, dengan kenalpot yang berasap tebal berwarna putih
dengan jalan terseok seok dan tidak bisa berlari kencang. Dari gejala yang
timbul ini seorang mekanik yang memiliki ilmu tentang perbengkelan, bisa
membuat eksplanasi atau penjeleasan kepada pemilik motor mengapa begitu. Itulah
manfaat ilmu sebagai eksplanasi.
2. Ilmu
sebagai alat Peramal
Tatkala membuat ekplanasi, biasanya
ilmuan telah mengetahui juga faktor penyebab gejala tersebut. Dengan
menganalisis faktor dan gejala yang muncul, ilmuwan dapat melakukan ramalan.
Dalam term ilmuwan ramalan disebut prediksi untuk membedakan ramalan embah
dukun. Sebagai contoh, motor tadi, seorang mekanik bisa memprediksi jika
pemilik motor tidak mau merawat motor dan lalai mengganti oli, maka ring
sehernya akan cepat menipis dan oli mesin akan terbakar dan menyebabkan asap
menjadi tebal dan berwarna putih.
3. Ilmu
sebagai alat Pengontrol
Eksplanasi sebagai bahan membuat
prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu membuat ramalan berDasar kan eksplanasi gejala,
juga dapat membuat kontrol. Contoh : Agar motor kita awet, motor kita harus
diservis dan ganti oli tiap 2000 km, sehingga tingkat keausan mesin dapat
ditekan dan diperlambat. Sehingga motor kita awet.
DAFTAR PUSTAKA
O. Kattsoff, Louis. “Pengantar Filsafat”. 2007. Yogyakarta :
Tiara Wacana Yogya
S. Suriasumantri, Jujun. “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”. 2001. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Thank's Infonya Bray .. !!!
ReplyDeletewww.bisnistiket.co.id
Ijin copas ya , mksh
ReplyDelete