Tuesday, February 12, 2013

Hakikat dan Kegunaan Ilmu



HAKIKAT DAN KEGUNAAN ILMU
MAKALAH FILSAFAT ILMU
 



 Disusun oleh :
Emi Fatmawati                                    (10620047)
Mega Maska. S                                  (10620012)
Nugroho                                              (10630076)
Siti Qodariyah                                     (10620061)
Sofian                                                  (10620071)
               

UNIVERSITAS BOROBUDUR
Jl. Raya Kalimalang No. 1
Jakarta Timur
2 0 1 0
HAKIKAT DAN KEGUNAAN ILMU


A.   HAKIKAT ILMU
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala Dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat manusia itu sendiri atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya namun juga menciptakan hidup itu sendiri. Menghadapi kenyataan ini ilmu pada hakikat nya mempelajari alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya. untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan ? dimana batas kewenangan penjelajahan keilmuan ? kearah mana perkembangan keilmuan harus diarahkan ? pertanyaan semacam ini jelas tidak merupakan urgenci bagi ilmuan seperti coperngicus, Galileo, ilmuan seangkatannya. Ontology diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang di telaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi
di artikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Pertanyaan mengenai hakikat nilai dapat di jawab dengan tiga macam cara orang dapat mengatakan bahwa:
1). Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Di tinjau dari pandang ini nilai-nilai merupakan reaksi-reaksi yang di berikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberaan nya tergantung  pada pengalaman-pengalaman mereka. Yang demikian ini dapat dinamakan “ subjektifitas “. Atau dapat pula orang mengatakan,
2).  Nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan di tinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat di ketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan “Objektivisme Logis“ dan akhirnya orang dapat mengatakan bahwa,
3).  Nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Dan demikian ini disebut “Objektivisme Metafisik“
Selain itu ada pula pembicaraan mengenai apakah hakikat pengalaman mengenai nilai? Apakah pengalaman tersebut semata-mata merupakan respon perasaan terhadat keadaan tertentu seperti yang dikatakan oleh sejumlah aktifis? Apakah pengalaman tersebut merupakan hasil pengenalan nilai itu sendiri secara lansung seperti yang di katakana oleh FILSUF BRITANIA, A.C EWING? Atau apakah pengalaman tadi merupakan pembuktian bahwa objek yang di nilai merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan atau akibat seperti yang dikatakan oleh john dewy? Sedangkan masalah lain yang dapat timbul adalah bagaimana cara orang mengetahui nilai? Atau secara logika pertanyaan ini menjadi bagaimana : bagaimanaka caranya membuat tanggapan-tanggapan penilan? Sejumlah makna nilai secara singkat dapat dikatakan, perkataan ”nilai” kiranya mempunyai macam makna seperti yang tampak dalam contoh-contoh berikut ini;
1.    mengandung nilai (artinya,berguna)
2.    merupakan nilai (artinya,baik atau benar atau indah)
3.    mempunyai nilai (artinya,merupakan objek keinginan,mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap ”menyetujui”, atau mempunyai sifat nilai tertentu)
4.    memberi nilai (artinya menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.
Dari pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain)

B. SYARAT-SYARAT ILMU
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut :
1.    Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b) peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) mengutama- kan perspektif emic, (j) verifikasi, (k) sampling yang purposif, (l) menggunakan audit trail, (m)partisipatipatif tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
2.    Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)

C.    KARAKTERISTIK ILMU
Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994:44).
Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan
mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal
Sementara itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : (1) obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6) akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Hakikat ilmu itu disebut baik manakala ia tenteram dalam  kebajikan  ilmu. Sedangkan hakikat ilmu itu disebut buruk manakala, ia keluar dari ilmu itu. Ilmu  itu bagi hati ibarat dirham-dirham dan dinar-dinar di  tangan. Bisa bermanfaat bagimu bisa pula membahayakanmu.
Ilmu yang  hakiki  adalah ilmu yang tidak dicampuri oleh kontradiksi dan bukti-bukti yang menafikan contoh dan keraguan, sebagaimana Ilmu Rasul saw,  Ilmu orang yang  benar, serta ilmu Wali. Siapa pun yang memasuki medan tersebut ibaratnya seperti orang yang tenggelam dalam samudera, kemudian ia ditelan oleh ombak, lalu kontradiksi manakah yang muncul (dalam situasi seperti itu) yang bisa didapatkan, dicampurkan, didengar atau dilihat.
Sedangkan siapa yang tidak memasuki medan tersebut ia sangat membutuhkan ayat “Tiada satu pun yang menyamai-Nya”.

D.  KEGUNAAN ILMU
Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat kegunaan ilmu.
1. Ilmu sebagai alat Eksplansi
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat ekspalanasi kenyataan yang ada. Filsafat ilmu dapat dianggap sebagai suatu studi tentang masalah-masalah eksplanasi15. Menurut T Jacob yang dikutip Ahmad Tafsir, “sain merupakan suatu sistem eksplanasiyang paling dapat diandalkan dibanding dengan sistem lain dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan.
Sebagai contoh, ketika itu ada sebuah sepeda motor tua, dengan kenalpot yang berasap tebal berwarna putih dengan jalan terseok seok dan tidak bisa berlari kencang. Dari gejala yang timbul ini seorang mekanik yang memiliki ilmu tentang perbengkelan, bisa membuat eksplanasi atau penjeleasan kepada pemilik motor mengapa begitu. Itulah manfaat ilmu sebagai eksplanasi.
2.   Ilmu sebagai alat Peramal
Tatkala membuat ekplanasi, biasanya ilmuan telah mengetahui juga faktor penyebab gejala tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul, ilmuwan dapat melakukan ramalan. Dalam term ilmuwan ramalan disebut prediksi untuk membedakan ramalan embah dukun. Sebagai contoh, motor tadi, seorang mekanik bisa memprediksi jika pemilik motor tidak mau merawat motor dan lalai mengganti oli, maka ring sehernya akan cepat menipis dan oli mesin akan terbakar dan menyebabkan asap menjadi tebal dan berwarna putih.
3.   Ilmu sebagai alat Pengontrol
Eksplanasi sebagai bahan membuat prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu membuat ramalan berDasar kan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol. Contoh : Agar motor kita awet, motor kita harus diservis dan ganti oli tiap 2000 km, sehingga tingkat keausan mesin dapat ditekan dan diperlambat. Sehingga motor kita awet.










DAFTAR PUSTAKA

O. Kattsoff, Louis. “Pengantar Filsafat”. 2007. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
S. Suriasumantri, Jujun. “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”. 2001. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan









                                                                                           

2 comments: