Dosen Pembimbing : Ibu Rumia Simanullang
Disusun Oleh:
KELOMPOK I
Chaerunisa (10620086)
Dwi Susilowati (10620060)
Emi
Fatmawati (10620047)
Mega Maska S (10620012)
M.
Ikhsan Bahrudin (10620030)
Santo Suwandi (10620059)
FAKULTAS EKONOMI -
MANAJEMEN
UNIVERSITAS
BOROBUDUR
JL. Raya Kalimalang No. 1
Jakarta Timur
2011
PAJAK PENGHASILAN
- Pendahuluan
Pajak Penghasilan adalah nilai yang dikenakan terhadap
subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak.
Sejak tahun 1984 Pajak Penghasilan dipungut
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Undang-Undang Pajak Penghasilan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan
yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan
sebagai kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta masyarakat dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
- Subjek Pajak dan Objek Pajak serta Wajib Pajak
a.
Subjek Pajak
Subjek Pajak diartikan sebagai orang atau badan atau
pihak yang dituju oleh undang-undang untuk dikenai pajak. Subjek Pajak bisa
berupa orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan,
dan bentuk usaha tetap.
Berdasarkan lokasi geografis subjek pajak dibedakan
menjadi dua:
1) Subjek Pajak Dalam Negeri
-
Orang pribadi yang bertempat
tinggal / berada di Indonesia
-
Badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia
-
Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan
2) Subjek Pajak Luar Negeri
Orang pribadi atau badan yang didirikan atau
berkedudukan di luar Indonesia
yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia ,
baik melalui maupun tanpa melaui bentuk usaha tetap di Indonesia .
b.
Objek Pajak
Objek Pajak adalah sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk
menghitung pajak terutang. Objek pajak untuk PPh adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
c.
Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban
subjektif dan objektif.
- Pajak Penghasilan Serta yang Tidak Termasuk Kategori Subjek dan
Objek Pajak
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif, artinya kewajiban
pajak tersebut dimaksudkan untuik tidak dilimpahkan kepada subjek pajak
lainnya.
a.
Orang atau badan yang tidak
termasuk kategori subjek pajak
Berikut yang tidak termasuk dalam kategori subjek
Pajak:
·
Kantor Perwakilan Negara Asing
·
Pejabat perwakilan diplomatik
dan konsulat
·
Organisasi Internasional dengan
syarat Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut
·
Pejabat perwakilan organisasi
internasional
b.
Penghasilan yang tidak
termasuk kategori objek pajak
Pasal 4 ayat (3) menjelaskan bahwa terdapat penghasilan yang tidak
termasuk kategori penghasilan yang kena PPh, yaitu:
·
Bantuan/sumbangan dan harta
hibahan
·
Warisan
·
Harta termasuk setoran tunai
yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
·
Penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
·
Pembayaran dari perusahaan
asuransi kepada orang pribadi
·
Dividen atau bagian laba yang
diterima oleh badan usaha dengan syarat tertentu
·
Iuran yang diterima atau
diperoleh dana pension
·
Penghasilan dari modal yang
ditanamkan oleh dana pension
·
Laba yang diterima oleh anggota
dari perseroan komanditer
·
Dihapus
·
Laba perusahaan modal ventura
·
Beasiswa tertentu
·
Sisa lebih yang diterima badan
atau lembaga nirlaba
·
Bantuan oleh badan sosial
- Penetapan Pengeluaran yang Boleh dan Tidak Boleh Dibebankan
sebagai Biaya
Jika dalam skuntansi komersial kita menyebutnya sebagai ‘beban’,
dalam undang-undang perpajakan kita menyebutnya sebagai ‘biaya’.
a.
Pengeluaran yang boleh
dibebankan sebagai biaya (deductible expenses)
Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi wajib pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu
beban yang mempunyai manfaat kurang dari satu tahun (gaji, biaya administrasi,
bunga) dan lebih dari satu tahun.
Pengeluaran yang boleh
dibebankan sebagai biaya berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan
yang berbunyi: : “Untuk menghitung
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan”, termasuk didalamnya:
-
biaya yang secara langsung atau
tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha
-
penyusutan atas pengeluaran
untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
-
iuran kepada dana pension
-
kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta
-
kerugian selisih kurs mata uang
asing
-
biaya penelitian dan
pengembangan perusahaan
-
biaya beasiswa, magang dan
pelatihan
-
piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih
-
sumbangan dalam rangka
penanggulangan bencana nasional
-
sumbangan dalam rangka
penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
-
biaya pembangunan infrastruktur
sosial
-
sumbangan fasilitas pendidikan
-
sumbangan dalam rangka
pembinaan olahraga
b.
Pengeluaran yang tidak
boleh dibebankan sebagai biaya (non-deductible expenses)
-
pembagian laba dengan nama dan
dalam bentuk apapun
-
biaya yang dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi pemegang saham
-
pembentukan atau pemupukan dana
cadangan
-
premi asuransi
-
penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan
-
jumlah yang melebihi kewajaran
yang dibayarkan kepada pemegang saham
-
harta yang dihibahkan
-
pajak penghasilan
-
biaya yang dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi
-
gaji anggota persekutuan
-
sanksi administrasi
- Kompensasi Kerugian
Apabila penghasilan bruto dari wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap setelah dilakukan pengurangan sesuai dengan pengeluaran didapat
kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto
atau laba fiskal selama 5 (lima )
tahun berturut-turut, dimulai sejak tahun pajak berikutnya sesudah tahun
didapatnya kerugian tersebut.
- Besarnya PTKP dan Tarif Pajak
a.
Besarnya PTKP (Penghasilan
Tidak Kena Pajak)
1)
Rp 15.840.000,00 untuk wajib
pajak orang pribadi
2)
Rp 1.320.000,00 tambahan untuk wajib
pajak yang kawin
3)
Rp 15.840.000,00 tambahan untuk
seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana
di maksud dalam pasal 8 ayat (1)
4)
Rp 1.320.000,00 tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
orang untuk setiap keluarga
b.
Tarif Pajak
Berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, besarnya tarif PPh yang diterapkan adalah sebagai berikut:
1) Untuk wajib pajak orang
pribadi:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
~ Rp 50.000.000,00
|
5 %
|
Rp 50.000.000,00 – Rp 250.000.000,00
|
15 %
|
Rp 250.000.000,00 – Rp 500.000.000,00
|
25 %
|
> Rp 500.000.000,00
|
30 %
|
2)
Untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditetapkan dengan tarif 28 %
- Tata Cara Penghitungan Pajak Penghasilan yang Terutang
Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang adalah
Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Cara menghitungnya:
Pajak Terutang = Tarif Pajak + Penghasilan Kena Pajak
- Undang-Undang Perpajakan
·
Pasal 4 ayat (1) huruf g
tentang UU Pajak Penghasilan dalam bentuk dividen
·
Pasal 16 ayat (1) UU Pajak
Penghasilan tentang penghasilan jasa konstruksi
·
Pasal 31A UU Pajak Penghasilan
jo. PP Nomor 148 Tahun 2000 tentang wajib pajak yang melakukan penanaman modal
baru atau perluasan penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah
tertentu (pemberian fasilitas pajak)
·
PP Nomor 20 Tahun 2000 tentang
Perlakuan Perpajakan di KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu)
·
Kepres RI Nomor 75 Tahun 1994
Tanggal 16 November 1994 tentang fasilitas perpajakan bagi penanaman modal di
bidang pertambangan minyak, gas, dan panas bumi
·
Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak
Nomor SE 13/Pj.43/1999 Tanggal 22 Maret 1999 tentang pelaksanaan PPh atas Stock
Option
·
SE Dirjen Pajak Nomor SE
22/Pj.42/1999 Tanggal 27 Mei 1999 tentang perlakuan PPh atas biaya bunga dan
biaya overhead dalam masa konstruksi
·
Pasal 4 ayat (1) huruf i UU PPh
serta SE Dirjen Pajak Nomor SE 46/Pj.22/1998 Tanggal 31 Desember 1998 tentang
perlakuan PPh atas selisih kurs
·
SE Nomor SE 27/Pj.42/1998
Tanggal 25 Agustus 1998 tentang pembebanan kerugian selisih kurs tahun 1997
bagi wajib pajak merger
·
Kepmenkeu Nomor
1169/KMK.01/1991 tentang perlakuan PPh atas Sewa
·
Keputusan Dirjen Pajak Nomor
Kep.220/Pj./2002 Tanggal 18 April 2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas
biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan perusahaan
·
Kepmenkeu Nomor 543/KMK.03/2001
Tanggal 31 Desember 2002 tentang perpajakan atas kegiatan usaha jasa maklon
(Contract Manufacturing) internasional di bidang produksi mainan anak-anak
·
Keputusan dirjen pajak No.
Kep.316/Pj./2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas pengeluaran biaya
perolehan perangkat lunak computer
·
SE Dirjen Pajka Nomor SE
02/Pj.42/2002 Tanggal 18 Februari 2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas
pengeluaran untuk pajak daeerah dan retribusi daerah
·
PP Nomor 27 Tahun 2008 tentang
pajak penghasilan atas diskonto Surat Perbendaharaan Negara
·
Peraturan Menteri keuangan
Nomor 210/PMK.03/2008 serta Peraturan Dirjen Pajak No. Per 52/Pj/2008 tentang
perlakuan pajak penghasilan atas penghasilan penyalur (distributor) rokok
·
Dll
No comments:
Post a Comment